Jumat, 01 September 2017

SERIAL TENTANG DIA

Tepatnya 1 Juli 2012, aku mulai menulis serial tentang Wildan di akun facebook. Edisi perdana cerita tentang betapa disiplinnya Wildan. Tulisan serial itu kuberi nama "Manusia". Berakhir 29 Nopember 2012 pada seri ke 143. Saat itu aku hentikan upload karena naskahnya dipersiapkan untuk edisi cetak oleh sebuah publisher. Lalu kusambung lagi dengan serial "Manusia (Juga)" mulai 3 Agustus 2013. Namun seri ini hanya sampai pada tulisan ke 149 pada 15 Februari 2014. Dan berganti menjadi "Wildan Punya Cerita" seri nomer 1 pada 11 April 2014. Ini kisah tetang kegiatan melukisnya. Sayang, Wildan punya cerita hanya berhenti pada seri ke 55 pada 28 mei 2015. Manusia (Baru) mulai 5 September 2015, Nomer 42 di 13 mei 2016. Total 389 tulisan..

Masih Bingung

Kini, 2.5 tahun sudah perubahanmu yang membuat kami galau. Satu tahun setengah yang sangat menyedihkan...dan kini tiga bulan ada hatapan.Namun,membawamu ke tempat umum menjadi mundur karena kau mudah tersinggung dengan sikap orang lain. Betapa kami merindukan saat-saat kompetensi sosialmu luar biasa. Masa 2003- awal 2014. Seolah kami berangsur kehilangan waktu sejak akhir 2014 dan memuncak pada mulai tahun 2015. Kau menjadi orang baru yang sulit kami pahami.

Minggu, 09 September 2012

Sekolah Lagi...Sekolah Lagi...Asyiik

Senin (10/9) ini adalah hari keempat anakku sekolah. Kami masih belum berani meninggalkannya. Jadi bergantian dengan ayah, aku menunggu di teras sekolah. Pernah hari kedua, ayah yang bertugas menunggui. Kira-kira dua jam berlangsung, merasa haus, ayah meninggalkan sekolah untuk membeli minuman. Rupanya saat itu Wildan menangis dan tidak mau kooperative lagi dengan guru. Wah, kami jadi semakin tidak berani beranjak dari teras hingga dia pulang. Setiap waktu,dia akan menengok melalui jendela untuk memastikan apakah kendaraan masih terparkir di halaman atau tidak. Momen seperti ini mengingatkanku pada adiknya. Dulu ketika pertama kali masuk sekolah Taman Kanak-Kanak, aku harus menungguinya sampai berbulan-bulan. Bahkan bulan pertama, aku harus ikut duduk di kelas bersamanya hahaha. Bulan kedua, cukuplah tas kerjaku yang di kelas bersamanya yang selalu memegang tas itu. Bulan ketiga, aku dan tas boleh di teras sekolah sambil setiap waktu dia mengintip melalui jendela memastikan aku masih ada di sekolahnya. Bulan keempat, kuantar berbaris saja dia mulai tidak mau. Cukup sampai di gerbang, katanya bangga hahaha. Berikutnya, dia ingin naik angkot sendiri ke sekolah. Dan aku mengikuti angkotnya di belakang. Begitulah anak-anakku dengan kekhasan masing-masing. Sekarang Wildan seolah mundur ke belakang. Namun, kami yakin ada waktunya untuk tidak lagi menungguinya di teras sekolah. Saat ini, biarlah seperti ini dulu. Selagi kami masih ada waktu menunggui dan dia mau kembali ke sekolah setelah vakum hampir tiga tahun.

Kamis, 26 Juli 2012

Ajari Dia Sholat

Lama tak kuisi blog Wildan ini. Kali ini aku ingin curhat (curahan hati). Ini tentang ibadah sholat buat Wildan. Hingga usianya 16.5 bulan ini, kami belum berhasil mengajaknya menjalankan ibadah sholat lima waktu. Paling sering hanya sholat magrib yang kami ajarkan. Saat mengajaknya berjamaah, berdua, bertiga, atau berempat, dia masih belum bisa tenang. Suka menggerak-gerakkan badan, mendahului gerakan imam, atau bergumam. Kadang kambuh isengnya, saat bersujud....tempat sujud adik dihalangi dengan tangannya sambil ketawa-tawa...atau saat beridiri tenang, tiba-tiba dia mencium sang adik . Pernah juga dia berjamaan di rumah, eh..pada rakaat ketiga dia tinggalkan shof untuk minum..lalu bergabung lagi.hehehe. Suatu ketika di beberapa kesempatan berjamaah di rumah dengan 8-10 orang mahasiswa, dia kami ikutkan. Nah, saat taraweh dengan imam ustadz Muhammad Miftah...Wildan sudah merengek capek di rakaat ke 6 shalat taraweh..hehehe. Sering ingin sekali kami mengajaknya ke masjid, tetapi adik mengingatkan, “Sebenarnya ya baik ma ajak kakak ke masjid, namun kita ga enak sama jamaah yang lain sebab kakak suka bersuara (menggumam). Takut jamaah tidak khusyuk dalam sholatnya.”. Ya memang benar. Jadi ingat pada tahun-tahunyang lampau. Saat rumah kami berdekatan dengan sebuah masjid kecil di kampung sebelah. Ada masa dimana Wildan sangat suka pergi ke masjid itu sendirian pada setiap waktu. Rupanya kadangkala juga pada saat duhur dan ashar saat kami tidak ada di rumah. Suatu ketika, ibu yang rumahnya kami kontrak bilang dengan hati-hati. Inti yang beliau sampaikan adalah menyampaikan keberatan jamaah jika Wildan ke masjid mereka karena “agak” mengganggu kekusyukan. Hal seperti itulah yang membuat kami maju mundur mau mengajaknya ke masjid. Alhasil, kami lebih sering berjamaah saja di rumah.

Sepinya Rinduku

OOooh..lama sekali tidak menulis di rumah ini..

Kamis, 22 Maret 2012

Kuliah Perdana

Hari ini Wildan kuliah. Selama dua jam lebih dia duduk manis di kursi paling depan dalam kuliah saya- Event Management. Wildan nampak menikmati dan menyimak lihat saya memberi konseling pada 18 kelompok yang akan selenggarakan 16 event di bulan April-Juni 2012 ini. Tiada perilaku mondar-mandir, tiada perilaku loncat-loncat, bahkan Wildan satu kali “bersuara”. Saya pikir suara itu menunjukkan dia bosan, maka saya bilang “Wildan mau jalan-jalan?. Silahkan.” Tapi dengan cepat dia jawab “tidak...tidak..”. Hal tersebut tidak kusangka. Selama ini bila ikut ke kampus, Wildan tidak pernah ikut masuk dalam kelas saya. Dia punya dunia sendiri di seluruh lantai VI.

Apakah pengalaman hari ini sungguh berarti?. YA. Hari ini saya merasa bersyukur karena Wildan bisa kendalikan diri dengan tidak banyak jalan-jalan di kampus. Dua jam lebih duduk manis merupakan hal yang luar biasa bagi anak autis seperti Wildan. Pada kelas kedua, Wildan tidak saya ajak masuk. Dia bisa mencari kesibukan sendiri. Biasanya akan masuk kantor-kantor yang ada. Terutama di Jurusan Bahasa Inggris, TU FKIP, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Lab.Drama, dan Jurusan Matematika. Sehabis kelas kedua, Wildan saya ajak ke MAN untuk daftar ulang adik sebagai calon siswa baru di sana. Saat mengisi formulir-pembayaran, dan sampai menyerahkan kembali formulir, Wildan selalu duduk manis di sebelah saya. Begitu pula ketika saya kembali ke kampus dan berbincang-bincang 30 menit di kantor ACICIS di lantai IV yang penuh foto pariwisata & budaya Indonesia, Wildan duduk tenang di sofa. Lalu kami naik ke lantai VI untuk menerima bimbingan skripsi selama hampir dua jam, Wildan tetap duduk di samping saya.

Saya juga bersyukur karena civitas academica sangat pengertian. Mahasiswa di kelas tadi juga sangat bisa menerima kehadiran Wildan. Bahkan saat Wildan bersin, beberapa mahasiswa berinisiatif memberikan tissue. Saat kami antre di depan pintu lift mau pulang, segerombolan mahasiswa PGSD bertanya, "Apakah masnya ini putra ibu?.". Kujawab, IYA. Sambil penuh pengertian mahasiswa itu cerita, "Saya pernah dielus-elus pipi saya bu. Awalnya saya kaget...tapi kemudian saya mengerti masnya ABK." Lebih serem lagi yang mahasiswi, "Kalau saya pernah bu, masuk toilet...masnya buka pintunya hahaha..". Saya jadi merasa tidak enak dan meminta maaf. Namun mereka rupanya sudah familier dengan ABK. Kami jadi tertawa bersama membayangkan kekagetan-kekagetan karena kehadiran Wildan di kampus.

Namun, pernah juga saya mengalami hal yang sangat tidak mengenakkan. Suatu ketika, masuk seorang mahasiswa sambil menahan marah ke ruangan saya, "Maaf bu...anak itu putra ibu ya?." Demi melihatnya dia nampak emosi, saya jawab, "Iya mas...aduh..anak saya bikin ulah ya?." Si mahasiswa melanjutkan sambil terengah-engah, "Begini bu...saya dan kawan-kawan hampir saja menempeleng anak ibu." Prempeng! kurasa wajahku langsung merah, (saya) "Kenapa pasalnya mas? anak saya menyakiti kalian?.". Dijelaskanlah oleh mahasiswa, "Ini sudah bukan pertama kali bu. beberapa hari yang lalu anak ibu juga melakukannya. Dia meludah dari lantai enam, ludahnya meluncur ke lantai empat dimana kami sedang duduk-duduk sehingga terciprati.". ......(Saya) "Aduh maaf mas, Bagi dia mungkin ludah yang meluncur dan berbeluk itu amazing. Tapi itu salah saya karena tidak bisa mengawasinya sepanjang waktu. Maaf ya." Saya tahu, penjelasan saya tidak memuaskan. "Iya bu, tapi mestinya bisa diberitahu."......(saya), "Tidak bisa mas. Saya memerlukan waktu untuk menjelaskan pada anak saya.".....Mahasiswa ini masih juga nampak marah, "Itu bisa bu..saya juga mengerti kok dengan anak semacam itu.".....(saya)" Begini saja mas. Sambil saya mengajari anak saya merubah perilaku meludahnya itu, tolong mas dan teman-teman yang tidak autis jangan duduk dulu di kursi lobi lantai IV ya." hahaha.. ini lebih pada defensif seorang ibu kali yaaa karena betul juga mas itu. Saat itu juga saya beritahu Wildan tidak boleh meludah ke lantai di bawah. Beberapa kali saya peragakan larangan meludah itu. Sejak hari itu, Wildan tidak lagi meludah. Mungkin dia baru tahu, bahwa itu tidak boleh.

Semakin hari, pengendalian diri Wildan menunjukkan perkembangan yang baik. Mungkin karena kami sering membawanya ke tempat-tempat umum. Ayah paling sering mengajak Wildan perjalanan kuliner saat mereka berdua maupun berempat bersama saya dan adik. Bahkan selasa (20/3) lalu ayah berinisiatif untuk membersihkan wajah Wildan dengan facial wajah. Soalnya wajahnya mulai banyak jerawat batu. Tidak terbayang seperti apa reaksi Wildan. Cerita ayah, mula-mula Wildan teriak-teriak saat komedonya diangkat. Sampai-sampai yang punya salon di sms para tetangga untuk memastikan tidak terjadi hal-hal bahaya.hehe...Tapi lama-lama Wildan sepeth menikmati facial, meski kadang masih teriak. Dia mulai enjoy saat mulai dimasker. Dan berkali-kali mengaca setelah semuanya beres dan wajahnya kinclong hihihi.... Semoga ayah tidak membuatnya jadi cowok metrosexual :).

Senin, 26 Desember 2011

Apa sih Autis itu?

Kami bukanlah ahli atau pakar autisme, sehingga menjelaskan kepada orang lain tentang autisme, susah-susah gampang. Apalagi kepada awam dan kepada yang baru tahu sepintas-pintas.

Seperti pertanyaan ini, “Bagaimana sih anak autis itu?.”. Nah, ini khan pertanyaan yang intepretasinya sangat luas. Menghadapi pertanyaan seperti ini, kami memiliki kesimpulan jika orang tersebut pasti masih sangat awam. Itu artinya jawabannya tidak perlu terlalu luas dan mendalam hehehe... bukan apa-apa,tuwas habisin waktu dan abab hahaha...ya maaf.

Terhadap pertanyaan itu, saya biasanya akan berikan jawaban sederhana secara umum dan beberapa contoh perilaku si Wildan. Seperti ini:

Anak yang menyandang autisme, paling menyolok bisa dilihat dari penghindaranya pada kontak mata dengan orang lain, perilakunya yang ritual atau berulang-ulang, serta sangat kentara berorientasi pada dirinya sendiri.”.

Masih belum jelas?.

Penghindaran kontak mata, bahasa lainnya adalah dia tidak mau menatap mata orang lain termasuk yang sedang mengajaknya bicara. Dia bisa menunduk, melengos, atau melihat hal lain. Meskipun nampaknya mendengarkan atau menyimak pembicaraan.”

Nah, mulai bisa bayangkan bukan?.

Perilakunya yang ritual atau berulang-ulang, maksudnya adalah dia memiliki pola tetap dalam berinteraksi dengan objek. Memperlakukan objek dengan pola yang sama berulang-ulang. Misalnya, kalau mau makan sesuatu, dia harus mencium (membau) makanan tersebut, maka itu akan dilakukan setiap kali mau makan. Kalau bertemu anda dia cium pipi...maka setiap bertemu dengan anda itu cium pipi menjadi ritual. Sesuatu yang harus terjadi. Hmmm....berarti Tukul pernah juga autis karena selalu ada ritual cipika cipiki dengan bintang tamunya hahaha.”

Saya pernah tuliskan perilaku ritual Wildan dalam suatu tulisan di blog ini. Sekitar tahun 2008. Coba deh dibuka-buka gitu 

Terakhir, perilaku yang berorientasi pada diri sendiri. Begini, contoh pada Wildan. Dulu kami mengajari Wildan supaya kalau bangun tidur segera melipat selimut, dan merapikan bantal dengan cara ditumpuk. Selimut dan bantalnya sendiri sih. Lalu selimut dan bantal itu harus diletakkan pada tempat yang semestinya...walah..maksudnya, selimut di ujung bawah kasur dan bantal di atas kasur..eh, maksudnya selimut di tempat bawah kaki, bantal di tempat kepala (hihihi..sama-sama ngerti khan maksud saya?.). Begitulah akhirnya yang terjadi di rumah kami setiap pagi. Wildan paling rajin bangun pagi. Cenderung lebih sering bangun pagi dibanding makhluk lain di rumah kami. Seperti yang dia ingat dari pelajaran kami, Wildan segera melipat selimut dan menumpuk bantal (ini juga bisa dianggap dengan salah satu ritual). Tapiiiii.....ini perilaku autisnya: dia tidak peduli apakah tempat bantal itu masih ada orangnya apa tidak!. Meskipun adiknya masih tidur, Wildan akan menumpuk bantalnya....meski harus dikepala adiknya! Hahaha...Begitupula seandainya adik tidurnya melorot sampai sisi bawah, Wildan juga akan meletakkan lipatan selimut menutupi tubuh sang adik!. Kadang adik kaget dan tergopoh-gopoh bangun karena kepalanya ditekan-tekan tumpukan bantal oleh Wildan jika bantalnya menumpuk kurang rapi. Seperti apa ekspresi Wildan saat melakukan itu?. No problemo...dia tidak nampak marah/terganggu, juga tidak nampak bersalah....biasa saja seolah memang begitulah yang seharusnya.

Kalau ingat-ingat itu, saya bisa tertawa terusss. Apalagi kalau ingat ekpresi Wildan yang “tak berdosa" sementara adik tergopoh-gopoh mengira ada gempa kaliiiii” hahahaha.

Begitupula bila giliran Wildan mengelap meja kursi. Bila sudah tiba waktunya bersihkan kursi, meskipun ada yang sedang duduk di kursi tersebut, Wildan tetap akan mengelapnya. Walau andai harus menarik bantalan kursi untuk mengelap dibaliknya, dia akan tarik bantalan tersebut walau ada yang sedang duduk!. Dan..tetap dengan ekspresi no problemo-nya. Mungkin dalam pikiran Wildan adalah “yang penting urusanku segera beres.”. itulah yang saya maksud dengan berorientasi pada diri sendiri.

Semoga kita bukan termasuk orang yang berorientasi pada diri sendiri karena kita tidak menyandang autis, bukan?.